Wednesday, December 23, 2015

Tujuan Memperingati Maulid agar Umat Islam Reborn To Sunnah, Trus Bakar Kembang Api?

Bismillahirrahmirrahim ... Terlepas dari Pro dan Kontra terkait Hukum Syariah terkait Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, saya menghargai pendapat keduanya.

Tapi ada fenomena yang menurut saya sudah "keblinger" dimana orang-orang memperingati Maulidan dengan menyalakan Kembang Api dan juga Petasan. Kembang Api seolah menjadi tren terutama untuk peringatan di sekitar Jakarta dan sekitar, dan akan tetapi sudah mulai menyebar seperti ke daerah saya di Cianjur. Padahal tradisi seperti ini tidak pernah dilakukan setahu saya, semenjak saya kecil dan dewasa. Menyalakan Kembang Api terjadi beberapa waktu belakangan saja.

Padahal jika dilihat dari tujual awal pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah kurang lebih sebagai berikut:

Ada beberapa pendapat tentang siapa yg pertama kali mencetuskan peringatan kelahiran Baginda Rasulullah Muhammad saw. Pendapat pertama adalah bahwa Shalahuddin Al Ayyubi yg pertama kali memulainya. Hal ini dikarenakan melihat kondisi muslimin pada waktu itu semakin jauh dengan sunnah-sunnah Rasullah saw. Di sisi lain, pada saat itu sedang terjadi Perang Salib. Dimana para tentara salibis setiap saat siap untuk menyerang pasukan muslimin. 
Kemudian Shalahuddin Al Ayyubi ber-ijtihad mengadakan peringatan hari lahir Rasulullah saw dengan tujuan mengembalikan kondisi ruhiyah dan ghirah kaum muslimin saat itu serta menumbuhkan sunnah-sunnah yang mulai memudar dan juga semangat juang dalam berjihad menegakkan kalimatullah.
Pendapat kedua menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al Muzhaffar (1229-1244), seorang sultan dari Dinasti Ayyubiyah. Menurut Ibnu Katsir, Sultan Al Muzhaffar adalah seorang pemberani, pahlawan, alim (berilmu) dan juga pemimpin yg adil.
Sama seperti halnya Shalahuddin Al Ayyubi, tujuan dasar dari dibuatnya perayaan maulid Nabi Muhammad saw oleh Sultan Al Muzhaffar adalah untuk mengembalikan kembali kondisi ruhiyah kaum muslimin yg pada saat itu terpaut jauh dari Rasulullah saw, para sahabat serta tabi'in sekitar 6 abad. Mengenalkan kembali sirah nabawiya. Mengenalkan kembali bagaimana akhlak Sang Baginda. Dan tentu saja, sunnah-sunnahnya.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya, Sultan Al Muzhaffar seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sultan tentu saja mengundang bahkan mewajibkan rakyatnya untuk hadir. Menyimak dan mendengarkan paparan para ulama yg hadir mengenai kehidupan dan sunnah Baginda Rasulullah Muhammad saw seraya bershalawat kepadanya.
Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan rakyatnya yang akan hadir dalam perayaan maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan Al Muzhaffar tersebut. Dikarenakan tujuan dasarnya adalah mengembalikan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad saw dan dengan kecintaan kepada Rasul-Nya, umat Islam semakin bertaqwa kepada Allah swt dan menghidupkan sunnah-sunnahnya.
Dan kemudian, tradisi ini berlangsung hingga sekarang di berbagai belahan dunia. Sekali lagi, tradisi ini berlangsung di berbagai belahan dunia. Bukan hanya di Indonesia.
bagi yg merayakan Maulid Nabi, mari menengok kembali niat dan amal kita. Apakah terjerumus ke dalam hal yg berlebih-lebihan atau tidak? Apakah ada unsur kemusyrikan atau tidak? Adakah hal yg dilanggar secara syari'at atau tidak? Karena sejatinya, peringatan Maulid Nabi memang bukan sunnah dari Rasulullah saw dan para sahabatnya. Melainkan ijtihad yg baik. Kita kembalikan niat kita bahwa memperingati lahirnya Rasulullah Muhammad saw adalah untuk menggelorakan kembali kecintaan kita kepada Rasulullah saw dan berbagai sunnah-sunnahnya.
Artinya, jika Rabi'ul Awwal ini adalah sebuah momen awal, maka mestinya di bulan-bulan selanjutnya setelah Rabi'ul Awwal, kecintaan kita kepada Rasulullah saw, semangatnya kita untuk selalu menjaga dan mengamalkan sunnah-sunnahnya, semangat kita untuk menghidupkan berbagai ibadah dan ketaatan kepad Allah swt, semangat kita dalam membela Islam dan kaum muslimin, mestinya semakin menggelora.
Bukankah kita, orang-orang yg beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah bersaudara?
Jangan biarkan hati kita dipenuhi saling benci kepada sesama saudara dikarenakan kegemaran kita saling berdebat yg tiada gunanya (Azzam Mujahid Izzulhaq)

Jadi membakar petasan dan kemban Api tidak mempunyai urgensi apa-apa, karena prilaku tersebut tidak mengarahkan Umat Islam untuk lebih dekat dengan Syariat. Akan tetapi hanya prilaku sia-sia dan menyerupai kelakuan orang kafir (Tasyabuh). Terkait Hukum membakar Petasan dan Kembang Api, MUI DKI Jakarta sudah mengeluarkan fatwanya, yang bisa dilihat secara detail di Fatwa MUI Jakarta: Terkait Memasang Kembang Api dan Petasan

Dan berikut kutipan fatwanya:
Memutuskan:

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Qur’an, Sunnah dan pendapat (qaul) yang mu’tabar, menyempurnakan dan menetapkan fatwa tentang Hukum Petasan dan Kembang Api (Fatwa MUI No. 31 Tahun 2000, penyempurnaan fatwa tanggal 24 Ramadhan 1395/30 Sep.1975), sebagai berikut: 1. Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru dan Walimah (Resepsi), seperti yang dilakukan oleh umat Islam khususnya warga DKI Jakarta, atau menjadi bagian dalam ritual ziarah di TPU Dobo, adalah suatu tradisi atau kebiasaan buruk yang sama sekali tidak terdapat dalam ajaran Islam, bahkan merupakan suatu perbuatan haram yang sangat bertentangan dan dilarang ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Tradisi membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api adalah bersumber dari kepercayaan umat di luar Islam untuk mengusir setan yang dianggap mengganggu mereka. Hal ini jelas merupakan suatu kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam. Padahal Islam memerintahkan umatnya untuk menghindari kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam, karena hai itu dinilai sebagai langkah setan dalam menjerumuskan umat manusia, sebagaimana difirmankan dalam QS. Al-Nur Ayat 21