Tuesday, December 15, 2015

Dilema Melihat Jamaah Mesjid Berselisih Paham Terkait Perkara Cabang dalam Hal Agama

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarahatuh

Kemarin baca artikel dari Hidayatullah.com yang berjudul: Salah Menyikapi yang Furu’ Penyebab Rusaknya Persatuan dengan isi sebagai berikut:

Persatuan antar kelompok Islam khususnya di Indonesia dinilai masih sulit tercapai manakala dalam realitanya masih banyak umat Islam yang menjadikan hal yang Furu’ dalam agama sebagai prinsip persatuan.
Demikian disampaikan Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, Pengurus Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Jawa Timur, pada Muhadloroh Ilmiah dengan tema “Pererat Ukhuwah Perkokoh Akidah Umah” di Masjid Manarul Ilmi Kampus ITS Surabaya, Ahad, (13/12/2015).

“Masih banyak yang menjadikan perbedaan furu’ sebagai prinsip persatuan, sehingga yang ushul justru terabaikan,” jelasnya.

Bahkan, menurut Mudzoffar, banyak muslim di Indonesia dalam menentukan siapa yang termasuk saudaranya hanya melihat dari hal praktek ibadahnya saja.

“Kalau sholatnya beda berarti bukan saudara, padahal masing-masing punya hujjah. Sibuk menilai perbedaan furu’ orang lain, tapi lupa sama yang tidak sholat,” katanya.

Padahal, terang Mudzoffar, para ulama dahulu dalam berukhuwah madzhabnya tidak hanya empat, zaman itu madzhab yang ada sebanyak jumlah ulama pada saat itu.

“Kita sekarang tinggal empat, itupun ributnya luar biasa,” ungkap Anggota Dewan Syariah Griya Al-Qur’an ini.

Mudzoffar mencontohkan bagaimana perbedaan madzhab bukanlah suatu perbedaan yang mengundang konflik dan merusak ukhuwah sesama muslim. Ia menceritakan, pada saat Imam Syafi’i tinggal di Baghdad. Suatu ketika Imam Syafi’i dipersilahkan oleh jamah madzhab Hanafi untuk menjadi imam sholat di masjid Abu Hanifa, dan waktu itu, lanjut Mudzoffar, jamaah madzhab Hanafi sudah bersiap untuk ikut qunut. Namun ternyata Imam Syafi’i justru tidak menggunakan qunut, dengan alasan untuk menghormati Abu Hanifa.

“Imam Syafi’i menjawab, ‘apakah patut saya sholat di masjid abu hanifa, lantas saya menyalahi madzhab ini’. Padahal dalam madzhab Syafi’i qunut hukumnya sunnah mua’kadah yang kalau ditinggalkakn diganti dengan sujud syahwi,” jelasnya.

Untuk itu, kata Mudzoffar, ada dua hal yang harus dipahami oleh umat Islam. Yakni sepakat dan bersatu dalam hal prinsip (ushul), serta kesepahaman dan toleransi dalam masalah furu’.

“Toleransi di sini tidak sekedar menghargai, menghormati, atau mempersilahkan saudara kita yang berbeda untuk melaksanakan sesuai dengan madzhab yang dianut. Tapi juga sampai pada tingkat kompromi, sampai pada tingkat siap melaksanakan pendapat yang tidak disetujui dalam hal furu’,” pungkasnya.*

Berdasarkan tulisan diatas, jujur apa yang saya temukan di sekitar Masyarakat terkait gambaran Ukhuwah Islamiyah sangat ditentukan oleh cara seseorang beribadah terutama Sholat dan Dzikir. Ketika sama cara ibadahnya maka akan ada "Sense" yang lebih ketimbang dengan Saudara Muslim yang berbeda. Contoh paling nyata dan parah adalah jika ketahuan Imam Mesjid pake Qunut atau gak oleh Jamaah yang tidak satu "Visi" maka mereka tidak mau berjamaah dan atau dari cara dzikir-nya yang berbeda ... sudah pasti ada aura yang berbeda. Belum ditambah masalahan Tahlilan Kematian ... tapi sekarang variabelnya bertambah banyak karena yang satu "Manhaj" pun bisa ada "Gap" ... dan penyebabnya banyak sekali. Aahhh .... sepertinya Kompleks banget penyebab permasalahan Umat ini agar bisa bersatu dan akur.

Ini adalah realita permasalahan Umat Islam, khususnya di Indonesia. Padahal Umat Islam saat ini tengah mengalami gangguan yang bertubi-tubi dan dikeroyok oleh berbagai Pihak (Baca Tulisan Ustadz Adian Husaini: Ramai-Ramai Mengeroyok Umat Islam) harusnya kita mengedepankan Ukhuwah Islamiyah diatas permasalahan perbedaan perkara cabang dalam Agama. Tetapi kita juga harus memahami bahwa Ukhuwah Islamiyah pun bisa tegak berdiri tegak jika Parameter-nya sama (Seperti Rukun dan Islam-nya sama karena kalau beda berarti Beda Aqidah)

Saya secara pribadi pun di kehidupan nyata menghadapi permasalahan Jamaah yang berbeda pandangan terkait tata cara beribadah di dalam Mesjid dan adanya "Gap" yang terjadi karena adanya Miss Komunikasi Pengurus terkait pengelolaan Mesjid (yang walaupun mereka satu "Manhaj") mencoba berdiri di tengah dan akur kepada semuanya. Karena hal ini sangat sensitif jika ikut campur terkait "Perang Dingin" di antara mereka ... apalagi mereka adalah Senior saya, terutama dari Umur (rata-rata diatas 10 Tahun keatas).

Tapi permasalahan ini bukannya tanpa solusi, karena Islam dilahirkan di Muka Bumi ini sebagai solusi. Tapi kira-kira apa yah solusi yang jitu terkait permasalahan ini, mungkin anda bisa memberi solusi?