Kemarin baca artikel dari Hidayatullah.com yang berjudul: Salah Menyikapi yang Furu’ Penyebab Rusaknya Persatuan dengan isi sebagai berikut:
Persatuan antar kelompok Islam khususnya di Indonesia dinilai masih
sulit tercapai manakala dalam realitanya masih banyak umat Islam yang
menjadikan hal yang Furu’ dalam agama sebagai prinsip persatuan.
Demikian disampaikan Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, Pengurus Ikatan
Da’i Indonesia (IKADI) Jawa Timur, pada Muhadloroh Ilmiah dengan tema
“Pererat Ukhuwah Perkokoh Akidah Umah” di Masjid Manarul Ilmi Kampus ITS
Surabaya, Ahad, (13/12/2015).
“Masih banyak yang menjadikan perbedaan furu’ sebagai prinsip persatuan, sehingga yang ushul justru terabaikan,” jelasnya.
Bahkan, menurut Mudzoffar, banyak muslim di Indonesia dalam
menentukan siapa yang termasuk saudaranya hanya melihat dari hal praktek
ibadahnya saja.
“Kalau sholatnya beda berarti bukan saudara, padahal masing-masing
punya hujjah. Sibuk menilai perbedaan furu’ orang lain, tapi lupa sama
yang tidak sholat,” katanya.
Padahal, terang Mudzoffar, para ulama dahulu dalam berukhuwah
madzhabnya tidak hanya empat, zaman itu madzhab yang ada sebanyak jumlah
ulama pada saat itu.
“Kita sekarang tinggal empat, itupun ributnya luar biasa,” ungkap Anggota Dewan Syariah Griya Al-Qur’an ini.
Mudzoffar mencontohkan bagaimana perbedaan madzhab bukanlah suatu
perbedaan yang mengundang konflik dan merusak ukhuwah sesama muslim. Ia
menceritakan, pada saat Imam Syafi’i tinggal di Baghdad. Suatu ketika
Imam Syafi’i dipersilahkan oleh jamah madzhab Hanafi untuk menjadi imam
sholat di masjid Abu Hanifa, dan waktu itu, lanjut Mudzoffar, jamaah
madzhab Hanafi sudah bersiap untuk ikut qunut. Namun ternyata Imam
Syafi’i justru tidak menggunakan qunut, dengan alasan untuk menghormati
Abu Hanifa.
“Imam Syafi’i menjawab, ‘apakah patut saya sholat di masjid abu
hanifa, lantas saya menyalahi madzhab ini’. Padahal dalam madzhab
Syafi’i qunut hukumnya sunnah mua’kadah yang kalau ditinggalkakn diganti dengan sujud syahwi,” jelasnya.
Untuk itu, kata Mudzoffar, ada dua hal yang harus dipahami oleh umat
Islam. Yakni sepakat dan bersatu dalam hal prinsip (ushul), serta
kesepahaman dan toleransi dalam masalah furu’.
“Toleransi di sini tidak sekedar menghargai, menghormati, atau
mempersilahkan saudara kita yang berbeda untuk melaksanakan sesuai
dengan madzhab yang dianut. Tapi juga sampai pada tingkat kompromi,
sampai pada tingkat siap melaksanakan pendapat yang tidak disetujui
dalam hal furu’,” pungkasnya.*
Berdasarkan tulisan diatas, jujur apa yang saya temukan di sekitar Masyarakat terkait gambaran Ukhuwah Islamiyah sangat ditentukan
oleh cara seseorang beribadah terutama Sholat dan Dzikir. Ketika sama
cara ibadahnya maka akan ada "Sense" yang lebih ketimbang dengan Saudara
Muslim yang berbeda. Contoh paling nyata dan parah adalah jika ketahuan
Imam Mesjid pake Qunut atau gak oleh Jamaah yang tidak satu "Visi" maka
mereka tidak mau berjamaah dan atau dari cara dzikir-nya yang berbeda
... sudah pasti ada aura yang berbeda. Belum ditambah masalahan Tahlilan
Kematian ... tapi sekarang variabelnya bertambah banyak karena yang
satu "Manhaj" pun bisa ada "Gap" ... dan penyebabnya banyak sekali.
Aahhh .... sepertinya Kompleks banget penyebab permasalahan Umat ini
agar bisa bersatu dan akur.
Ini
adalah realita permasalahan Umat Islam, khususnya di Indonesia. Padahal
Umat Islam saat ini tengah mengalami gangguan yang bertubi-tubi dan
dikeroyok oleh berbagai Pihak (Baca Tulisan Ustadz Adian Husaini: Ramai-Ramai Mengeroyok Umat Islam)
harusnya kita mengedepankan Ukhuwah Islamiyah diatas permasalahan
perbedaan perkara cabang dalam Agama. Tetapi kita juga harus memahami
bahwa Ukhuwah Islamiyah pun bisa tegak berdiri tegak jika Parameter-nya
sama (Seperti Rukun dan Islam-nya sama karena kalau beda berarti Beda
Aqidah)
Saya
secara pribadi pun di kehidupan nyata menghadapi permasalahan Jamaah
yang berbeda pandangan terkait tata cara beribadah di dalam Mesjid dan
adanya "Gap" yang terjadi karena adanya Miss Komunikasi Pengurus terkait
pengelolaan Mesjid (yang walaupun mereka satu "Manhaj") mencoba berdiri
di tengah dan akur kepada semuanya. Karena hal ini sangat sensitif jika
ikut campur terkait "Perang Dingin" di antara mereka ... apalagi mereka
adalah Senior saya, terutama dari Umur (rata-rata diatas 10 Tahun
keatas).
Tapi
permasalahan ini bukannya tanpa solusi, karena Islam dilahirkan di Muka
Bumi ini sebagai solusi. Tapi kira-kira apa yah solusi yang jitu
terkait permasalahan ini, mungkin anda bisa memberi solusi?