Friday, December 29, 2017

Psikolog : Ini 7 Pola Asuh yang Sebabkan Anak Jadi LGBT



Nakita.id - Fenomena LGBT kembali merebak. Berawal dari tayangan sebuah televisi yang membahas fenomena LGBT yang kian marak.

LGBT adalah fenomena yang ditujukan pada para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Para orangtua pun mulai cemas dan membuat benteng agar keluarga terhindar dari risiko penyimpangan seksual tersebut.

Nah, Elly Risman, MPSi, psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, sudah lama memperingatkan tentang bahaya LGBT tersebut.

Memang, penyebab seseorang menjadi LGBT sangatlah rumit. Ada banyak penyebab yang saling memicu.

Meski begitu, sebagai bentuk kewaspadaan, Elly Risman, mewanti-wanti pola asuh yang salah, yang berisiko menyebabkan anak terjerumus ke dalam lembah LGBT.

Apa sajakah, berikut di antaranya:

1. Moms dan Dads yang Acuh Tak Acuh

Psikolog anak lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini mengatakan, kebanyakan orangtua cuek atau abai, kurang peduli, bahkan seolah kurang ngeh terhadap anak-anak mereka.

Akibatnya, para anak khususnya anak laki-laki menjadi lemah dalam BMM.

Yang dimaksud BMM oleh Elly Risman adalah lemah dalam Berfikir, Memilih, dan Mengambil keputusan.

2. Hilangnya Peran Dads

Tidak sedikit orangtua yang keliru saat mengasuh anak laki-laki.

Kenapa anak laki-laki? Karena menurut penelitian, otak kiri laki-laki selalu lebih kuat dibanding otak kiri wanita.

Namun, sambungan antara otak kanan dan otak kiri pada wanita lebih baik. Dengan  begitu, para lelaki sangat mudah fokus pada suatu hal berbeda dengan wanita yang mampu memikirkan banyak hal dalam satu waktu.

Anak laki-laki menjadi banyak yang salah asuh karena kurangnya sosok ayah dalam kehidupannya untuk mengembangkan otak kirinya tersebut.

Para ayah biasanya sibuk mencari nafkah sehingga hanya punya waktu beberapa jam di malam hari dan akhir pekan untuk keluarga. Itupun kalau tidak ada proyek lain di luar jam kerja.

Menurut Elly, saat ini peran ayah semakin tak terlihat dalam pengasuhan anak. Zaman dahulu, para ayah selalu mengusahakan agar punya banyak waktu dengan keluarga, sebut saja ayah dari Ibu Elly Risman ini.

Beliau bekerja tak jauh dari rumah sehingga beliau selalu bisa menyempatkan waktu bermain bersama anak.

Untuk itu, orangtua perlu lebih meluangkan waktu agar dapat bermain dan berinteraksi dengan anak-anak.

3. Anak Lelaki Terlalu Banyak Berinteraksi dengan Moms 

Karena ayah tidak hadir, maka ibulah yang mendidik anak laki-laki sepenuhnya. Contohnya, ketika si anak laki-laki masih kecil, ia dijadikan wadah curhat ibu terhadap suaminya alias ayah dari si anak tersebut.

Pada akhirnya si anak laki-laki ini akan membanding bandingkan sosok ayahnya dengan ayah-ayah yang lain.

Belum lagi ketika anak laki-laki tersebut beranjak dewasa. Ia terbiasa ke mana-mana bersama ibu dan kurang ajakan dari sang ayah. Misalnya saja menemani ibu ke salon.

Hal ini bisa membuat anak tidak punya model identifikasi untuk menjadi lelaki. Mengenai bagaimana ia berperilaku, bersikap, dan merasa sebagai laki-laki.

Dikhawatirkan, hal ini juga bisa menjadi penyebab anak menjadi LGBT.

4. Anak Perempuan Kurang Kasih Sayang Dads

Selanjutnya, pada anak perempuan. Banyak sekali anak perempuan yang kekurangan pengasuhan sang ayah.

Sang ayah pergi di subuh hari menitipkan uang jajan kepada anak, pergi bekerja, kemudian kembali di malam hari.

Banyak ayah yang mengira tugasnya hanyalah sebatas memberi nafkah untuk masa depan anak, lantas lepas tangan terhadap yang lain.

Kurangnya kasih sayang lawan jenis khususnya sang ayah kepada anak perempuan ini kadang kala bisa membuatnya lebih nyaman mendapat kasih sayang dari teman atau sosok lain.

Kalau teman atau sosok lainnya tidak bermasalah, tidak mengapa. "Tapi kalau salah pemilihan sosok, bisa ditebak apa yang akan terjadi pada si anak."

Bagaimana sebenarnya akibat dari peran ayah yang lepas terhadap anaknya?

Menurut beberapa penelitian atas kurangnya peran ayah terhadap anak, ini menyebabkan anak laki-laki menjadi nakal, agresif, terlibat narkoba, dan pada ujungnya bisa terperangkap dalam seks bebas.

Sementara pada anak perempuan juga bisa berdampak pada depresi.

Ingat, peran orangtua sangat vital dalam awal terbentuknya LGBT.

Jangan sampai justru pola asuh kita menjadi pemicu anak terlibat LGBT tanpa kita sadari.

5. Kurang Pemahaman AGAMA

Selanjutnya adalah kurangnya pemahaman agama. Agama hanya dikenalkan lewat berbagai ritual, tidak melalui penanaman nilai-nilai dan perilaku.

Semua agama menentang LGBT.

6. Terlalu Bebas Menggunakan GADGET

Hal lain yang berpotensi jadi pemicu anak menjadi LGBT adalah para orangtua banyak yang belum begitu paham dengan gadget seperti smartpone, tablet, dan komputer.

Anak laki-laki menjadi sasaran utama dari pornografi dan narkoba.

Mengapa? Pasalnya, laki-laki memiliki otak kanan dominan yang lebih mudah fokus, memiliki hormon testosteron atau hormon seks yang lebih, serta penampilan fisik di mana organ vital berada di luar sehingga lebih mudah distimulasi.

7. Anak Terpapar PORNOGRAFI

Semuanya berawal dari gadget, dari segala apps yang ada di dalamnya.

Segala info dan hal negatif dengan mudah didapatkan anak dari gadget yang diberikan oleh orangtuanya sejak dini.

Bahkan mengalahkan segala asuhan orangtuanya.

Pada akhirnya orangtua hanya dijadikan sesosok penegak hukum, di mana anak bisa menjadi sosok yang berbeda ketika berada di hadapan orang tuanya.

Pornografi masuk melalu mata, kemudian diolah dengan hati.

Maka BMM tadi pada anak sangat penting bagi anak.

Pada akhirnya merangsang dopamin, menyebabkan ketagihan, sehingga berusaha meniru bahkan mencoba.

Maka orangtua yang santai saja, merasa aman-aman saja dengan gadget dan segala hal yang diberikan kepada anaknya ini yang akan berbahaya.

Ia pun berpendapat, terpaan pornografi bisa berujung pada rasa penasaran yang bisa memicunya terlibat dalam fenomena LGBT.